Imunitas
adalah resistensi terhadap penyakit terutama infeksi. Gabungan sel, molekul dan
jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut sistem imun.
Reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul dan bahan lainnnya terhadap
mikroba disebut respon imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan
keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam
lingkungan hidup (Baratawidjaja, 2009).
Menghadapi
serangan benda asing yang dapat menimbulkan infeksi atau kerusakan jaringan,
tubuh manusia dibekali sistem pertahanan untuk melindungi dirinya. Sistem
pertahanan tubuh yang dikenal sebagai mekanisme imunitas alamiah ini, merupakan
tipe pertahanan yang mempunyai spektrum luas, yang artinya tidak hanya
ditujukan kepada antigen yang spesifik. Selain itu, di dalam tubuh manusia juga
ditemukan mekanisme imunitas yang didapat yang hanya diekspresikan dan
dibangkitkan karena paparan antigen yang spesifik. Tipe yang terakhir ini,
dapat, dapat dikelompokkan manjadi imunitas yang didapat secara aktif dan
didapat secara pasif.
Respon imun
seseorang terhadap terhadap unsur-unsur patogen sangat bergantung pada
kemampuan sistem imun untuk mengenal molekul-molekul asing atau antigen yang
terdapat pada permukaan unsur patogen dan kemampuan untuk melakukan reaksi yang
tepat untuk menyingkirkan antigen. Dalam pandangan ini, dalam respon imun
diperlukan tiga hal, yaitu pertahanan, homeostatis dan pengawasan. Fungsi
pertahanan ditujukan untuk perlawanan terhadap infeksi mikroorganisme, fungsi
homeostasis berfungsi terhadap eliminasi komponen-komponen tubuh yang sudah tua
dan fungsi pengawasan dibutuhkan untuk menghancurkan sel-sel yang bermutasi
terutama yang dicurigai akan menjadi ganas. Dengan perkataan lain,
respon imun dapat diartikan sebagai suatu sistem agar tubuh dapat
mempertahankan keseimbangan antara lingkungan di luar dan di dalam tubuh.
Respon imun,
baik nonspesifik maupun spesifik pada umumnya menguntungkan bagi tubuh,
berfungsi sebagai protektif terhadap infeksi atau pertumbuhan kanker, tetapi
dapat pula menimbulkan hal yang tidak menguntungkan bagi tubuh berupa penyakit
yang disebut hipersensitivitas atau dengan kata lain pada keadaan normal
mekanisme pertahanan tubuh baik humoral maupun seluler tergantung pada
aktivitas sel B dan sel T. Aktivitas berlebihan oleh antigen atau gangguan
mekanisme ini, akan menimbulkan suatu keadaan imunopatologik yang disebut
reaksi hipersensitivitas (Arwin dkk, 2008).
Pada dasarnya tubuh
kita memiliki imunitas alamiah yang bersifat non-spesifik dan imunitas spesifik
ialah sistem imunitas humoral yang secara aktif diperankan oleh sel limfosit B,
yang memproduksi 5 macam imunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE) dan sistem
imunitas seluler yang dihantarkan oleh sel limfosit T, yang bila mana ketemu
dengan antigen lalu mengadakan diferensiasi dan menghasilkan zat limfokin, yang
mengatur sel-sel lain untuk menghancurkan antigen tersebut.
Bilamana suatu alergen
masuk ke tubuh, maka tubuh akan mengadakan respon. Bilamana alergen tersebut
hancur, maka ini merupakan hal yang menguntungkan, sehingga yang terjadi ialah
keadaan imun. Tetapi, bilamana merugikan, jaringan tubuh menjadi rusak, maka
terjadilah reaksi hipersensitivitas atau alergi.
Berdasarkan
mekanisme reaksi imunologik yang terjadi, Gell dan Coombs membagi reaksi
hipersensitivitas menjadi 4 golongan, yakni hipersensitivitas menjadi 4
golongan, yakni reaksi hipersensitivitas tipe I, II, III, IV, kemudian
akhir-akhir ini dikenal satu golongan lain yang disebut tipe V
atau stimulatory hypersensitivity. Reaksi tipe I, II, III, dan IV terjadi
karena interaksi antara antigen dengan reseptor yang terdapat pada permukaan
limfosit sehingga termasuk reaksi seluler. Sesuai dengan waktu yang diperlukan
untuk timbulnya reaksi, reaksi tipe I, II, III, dan IV disebut reaksi tipe
segera (immediate), walau reaksi yang satu timbul lebih cepat dari yang lain,
yaitu antara beberapa detik atau menit pada tipe I hingga beberapa jam pada
tipe II dan III. Sebaliknya tipe IV disebut reaksi tipe lambat (delayed type
hypersensitivity reaction) karena reaksi berlangsung lebih lambat dibandingkan
tipe yang lain, yaitu umumnya lebih dari 12 jam. Walaupun demikian, dalam
praktek, mekanisme reaksi hipersensitivitas tidak selalu berdiri sendiri atau
terpisah satu dari yang lain, tetapi sering melibatkan lebih dari satu
mekanisme reaksi imunologik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar