Selasa, 05 Maret 2013

Farmakologi- Prodrug



Prodrug adalah zat farmakologis (obat) yang diberikan dalam bentuk (atau secara signifikan kurang aktif) tidak aktif. Setelah diberikan, prodrug yang dimetabolisme secara in vivo menjadi metabolit aktif, proses yang disebut bioactivation. Alasan di balik penggunaan prodrug yang umumnya untuk penyerapan, distribusi, metabolisme, dan ekskresi (ADME) optimasi. Prodrug biasanya dirancang untuk meningkatkan bioavailabilitas oral, dengan penyerapan yang buruk dari saluran pencernaan biasanya menjadi faktor pembatas.
            Selain itu, penggunaan strategi prodrug meningkatkan selektivitas obat untuk target yang diinginkan. Contoh ini dapat dilihat dalam pengobatan kemoterapi banyak, di mana pengurangan dampak buruk selalu penting. Obat yang digunakan untuk menargetkan sel-sel kanker hipoksia, melalui penggunaan redoks-aktivasi, memanfaatkan jumlah besar hadir enzim reduktase dalam sel hipoksia untuk bioactivate obat ke dalam bentuk sitotoksik nya, pada dasarnya mengaktifkannya. Sebagai prodrug memiliki sitotoksisitas rendah sebelum aktivasi ini, ada kemungkinan jelas lebih rendah dari itu "menyerang" sehat, non-kanker sel yang mengurangi efek samping yang terkait dengan agen kemoterapi.
            Dalam rancangan obat rasional, pengetahuan tentang sifat kimia mungkin untuk meningkatkan penyerapan dan jalur metabolik utama dalam tubuh digunakan untuk memodifikasi struktur entitas kimia baru untuk bioavailabilitas ditingkatkan. Sebaliknya, penciptaan prodrug kadang-kadang tidak disengaja, misalnya dengan penemuan obat kebetulan, dimana obat ini hanya kemudian diidentifikasi sebagai prodrug setelah studi metabolisme obat yang luas.
            Prodrug dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis utama, berdasarkan situs selular mereka dari bioactivation ke dalam bentuk obat akhir aktif, dengan dua tipe :
a.)    Bioactivated intrasel misalnya, analog nukleosida anti-virus, penurun lipid.
b.)    Bioactivated ekstrasel, terutama dalam cairan pencernaan atau sirkulasi sistemik (misalnya, etoposid fosfat, valgansiklovir, fosamprenavir, antibodi, gen atau virus diarahkan prodrugs enzim [ADEP / GDEP / VDEP] untuk kemoterapi atau immunotherapy).
            Kedua jenis dapat dikategorikan lebih lanjut menjadi Subtipe, yaitu :
a.)    Tipe IA
Agen antimikroba dan kemoterapi,misalnya 5-flurouracil

b.)    Tipe IB
Agen enzim metabolisme, terutama dalam sel hati, untuk bioactivate yang prodrugs intrasel terhadap obat aktif

c.)    Tipe IIA
Prodrug yang bioactivated extracelluarly, baik di lingkungan GI cairan dalam sirkulasi sistemik dan / atau kompartemen cairan ekstraselular lainnya

d.)   Tipe IIB
Prodrug yang bioactivated extracelluarly, baik di lingkungan GI cairan dalam dekat jaringan target terapi / sel.

e.)    Tipe IIC
Prodrug yang bioactivated extracelluarly, baik di lingkungan GI cairan mengandalkan umum enzim seperti esterases dan fosfatase atau enzim target diarahkan.

Immunitas Bawaan


PENDAHULUAN
            Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan hampir semua jenis organisme atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan ini disebut imunitas. Sebagian besar imunitas merupakan imunitas didapat yang tidak timbul sampai tubuh pertama kali diserang oleh bakteri yang menyebabkan penyakitnya atau toksin. Seringkali membutuhkan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan untuk membentuknya. Ada suatu imunitas tambahan yang merupkan akibat dari proses umum dan bukan dari proses yang terarah pada organisme penyebab penyakit spesifik. Imunitas ini disebut imunitas bawaan, yang meliputi :

1.      Fagositosis terhadap bakteri dan perbu lainnya oleh sel darah putih dan sel pada sistem makrofag jaringan.
2.      Pengerusakan oleh asam lambung dan enzim pencernaan terhadap oeganisme yang tertelan kedalam lambung.
3.      Daya tahan kulit terhadap invasi organisme.
4.      Adanya senyawa kimia tertentu dalam darah yang melekat pada organisme asing atau toksin tersebut menghancurkannya. Beberapa senyawa tersebut adalah :
·         Lisozim, suatu polisakarida mukolitik yang menyerang bakteri dan membuatnya terlarut ;
·         Polipeptida dasar, yang bereaksi dengan bekteri gram positif tersebut dan membutnya menjadi tidak aktif ;
·         Kompleks komplemen yang akan dibicarakan kemudian, merupakan suatu sistem yang terdiri dari kurang 20 protein, yang dapat diaktifkan melalui bermacam-macam untuk merusak bakteri;
·         Limfosit pembuluh alami yang dapat mengenali dan menghancurkan sel-sel asing, sel-sel tumor dan bahkan beberapa sel yang terinfeksi.

Imunitas bawaan ini membuat tubuh manusia tahan terhadap penyakit seperti babarapa infeksi virus paralitik pada binatang, kolera pada babi, pea pada lembu, dan distempar- penyakit virus yang banyak menyebabkan kematian pada anjing. Sebaliknya, banyak binatang tingkat rendah ternyata tahan atau bahkan kebal terhadap banyak penyakit yang menyerang manusia, seperti poliomielitis, gondong, kolera pada manusia, campak dan sifilis, yang bersifat sangat merusak atau bahkan mematikan bagi manusia.
Tubuh memiliki system imun untuk melindungi tubuh itu sendiri dari berbagai mikroba pathogen yang membahayakan. Sistim imun teriri dari dua macam yaitu system innate imun atau bawaan dan system imun adaptif. Kedua macam system imun ini memiliki komponen-komponen sendiri-sendiri yang intinya saling bekerjasama untuk memberikan pertahanan bagi tubuh sehingga tidak mudah terserang oleh berbagai penyakit khususnya yang ditimbulkan dari mikroba pathogen. Respon Imun ialah tanggapan terhadap substansi asing yang masuk ke dalam tubuh, mis: mikroorganisme: bakter, virus, parasit dan molekul besar: protein, polisakarisa.
Ada 2 respon aktifitas imun yang saling mempengaruhi, yaitu:
a. Pengenalan (recognition), untuk:
·         mengenal dan mendeterminasi substansi asing secara spesifik
·         menyeleksi molekul yang bersifat imunogenik
·         membedakan komponen sendiri (self) dari substansi asing (nonself).
b. Tanggapan (respon), untuk:
·         Mengerahkan bermacam-macam sel dan molekul sehingga menghasilkan reaksi yang sesuai dan tepat untuk melawan dan menetralkan substansi/organisme yang masuk.
INNATE IMUNE (KEKEBALAN BAWAAN)
Innate immunity atau kekebalan alami adalah pertahanan paling awal pada manusia untuk mengeliminasi mikroba patogen bagi tubuh. Innatte immunity merupakan kekebalan non-spesifik. Artinya semua bentuk mikroba yang masuk akan dieliminasi tanpa memperhatikan jenis dari mikroba itu. Pada imunitas bawaan ini memiliki dua sistem pertahanan, pertahanan tingkat pertama dan pertahanan tingkat kedua. Pada pertahanan tingkat pertama tubuh akan dilindungi dari segala macam mikroba patogen yang menyerang tubuh secara fisik, kimia dan flora normal. Dan pertahanan kedua yang dilakukan oleh tubuh untuk melawan mikroba patogen meliputi fagosit, inflamasi demam dan substansi antimikroba. Yang termasuk sel fagosit adalah makrofag, sel dendrit, neutrofil. Sedangkan Inflamasi merupakan respon tubuh terhadap sel yang rusak, repon ini ditandai dengan adanya kemerahan, nyeri, panas, bengkak. Tujuan inflamasi adalah untuk membatasi invasi oleh mikroba agar tidak menyebar lebih luas lagi, serta memperbaiki jaringan atau sel yang telah rusak oleh mikroba. Dan jenis pertahanan kedua yang terakhir yaitu substansi mikroba.
Substansi mikroba yang dimaksud adalah komplemen. Sistem komplemen merupakan sistem yang penting dalam innate immunity karena fungsinya sebagai opsonisator untuk meningkatkan fagositosis sel fagosit dan kemoatrtaktor untuk menarik sel-sel radang yang menyebabkan inflamasi.
Innate immunity, atau sering disebut imunitas alamiah, merupakan mekanisme pertama yang akan terjadi saat infeksi berlangsung, terjadi secara cepat terhadap infeksi mikrobia, dan terjadi antara jam ke-0 sampai jam ke-12 infeksi. Sistem imun turunan terdiri dari berbagai sel dan mekanisme yang mempertahankan tubuh suatu organisme dari infeksi organisme lain, secara non-spesifik. Ini berarti sel-sel dari sistem imun turunan mengenali dan merespon patogen dalam cara yang umum, namun tidak seperti sistem imun adaptif, sistem imun turunan tidak menyediakan kekebalan yang protektif dan jangka panjang bagi organisme yang memilikinya. Sistem imun turunan menyediakan pertahanan menengah melawan infeksi, dan dapat ditemukan pada semua tumbuhan dan hewan.
Sedangkan menurut Sherwood (2001) sistem imun bawaan atau sistem imun nonspesifik adalah respon pertahanan inheren yang secara nonselektif mempertahankan tubuh dari invasi benda asing atau abnormal dari jenis apapun, walaupun baru pertama kali terpajan. Respon ini membentuk lini pertama pertahanan terhadap berbagai faktor yang mengancam, termasuk agen infeksi, iritan kimiawi, dan cedera jaringan yang menyertai trauma mekanis atau luka bakar termasuk dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme. Sistem ini disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu (Baratawidjaya, 2002). Selain itu sistem imun ini memiliki respon yang cepat terhadap serangan agen patogen atau asing, tidak memiliki memori immunologik, dan umumnya memiliki durasi yang singkat (O’Gorman and Albert, 2008).
a.       Fungsi Sistem innate immune
Fungsi utama dari sistem imun turunan vertebrata yaitu:
1.      Mengambil sel imun ke wiayah infeksi dan inflamasi, melalui produksi faktor kimia, termasuk mediator kimia terspesialisasi yang disebut sitokin.
2.      Aktivasi lembah komplemen untuk mengidentifikasi bakteri, mengaktivasi sel dan melakukan pembersihan sel mati atau sisa-sisa antibodi.
3.      Identifikasi dan memindahkan substansi asing yang terdapat pada organ, jaringan, darah dan limpa, oleh sel darah putih yang terspesialisasi.
b.      Macam-macam innate imune (kekebalan bawaan)
Innate immune atau kekebalan bawaan merupakan salah satu macam dari kekebalan bawaan. Kekebalan bawaan merupakan mekanisme pertama pertahanan bagi tubuh. Dan kekebalan bawaan ini di bagi lagi menjadi dua macam pertahanan, pertahanan tingkat pertama dan pertahanan tingkat kedua.
1.      Pertahanan pertama
Sistem pertahanan pertama pada kekebalan bawaan meliputi faktor fisik, kimia dan flora normal tubuh (mikriba normal tubuh). Yang merupakan faktor fisik adalah kulit, kelenjar air mata, kelenjar air lidah (saliva), kelenjar mukus, silia, dan urine. Kulit yang tertutup merupakan pertahanan paling kuat. kulit yang tertutup melindungi dari masuknya mikroba patogen. Air mata berperan dalam melindungi mata dari mikroba patogen karena terdapat lisozim pada air mata yang merupakan enzim yang mampu menghancurkan dinding bakteri. Saliva juga mempunyai enzim lisozim ini untuk menghancurkan bakteri. Mukosa berperan dalam hal mencegah invasi mikroba ke epitel dan jaringan sekitar bahkan sistemik. Bakteri mikroba yang terperangkap dalam mukosa akan dikeluarkan melalui silia dari epitel dalam bentuk batuk (pada saluran pernapasan) atau dengan aliran urine (pada saluran genitourinaria).
Faktor pertahanan pertama selanjutnya adalah faktor kimia. Yang termasuk di dalamnya adalah Sebum, lisozim dan pH. Lisozim telah dijelaskan di atas. Cairan sebum mengandung asam lemak tak jenuh yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen. pH juga berperan dalam imunitas karena kebanyakan mikroba tidak tahan terhadap asam contohnya asam lambung (pH 1.2 - 3.0).
Dan Faktor normal mikrobiota. Sebenarnya pada tubuh manusia terdapat banyak mikroba normal yang membantu fungsi fisiologis manusia. Contoh mikroba normal adalah E. coli pada colon yang berperan dalam pembusukan sisa makanan. Peran mikroba normal (flora normal) dalam imunitas adalah, dalam hal kompetisi nutrisi dengan mikroba patogen. Flora normal akan beerkompetisi dalam perolehan nutrisi dengan bakteri patogen. Flora normal juga mengeluarkan zat metabolit yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogen.
2.      Pertahanan kedua

Pertahanan kedua ini meliputi fagosit, inflamasi demam dan substansi antimikroba.
a. Fagosit.
Fagosit adalah sel yang mengeliminasi mikroba dengan cara 'memakan' mikroba tersebut secara endositosis, mikroba tersebut terperangkap dalam fagosom, setelah itu fagosom berfusi dengan lisosom membentuk fagolisosom kemudian enzim-enzim dari lisosom akan menghancurkan mikroba tersebut.
Fagosit berarti 'sel yang dapat memakan atau menelan material padat . Sel imun ini menelan pathogen atau partikel secara fagositosis. Untuk menelan partikel atau patogen, fagosit memperluas bagian membran plasma, membungkus membran di sekeliling partikel hingga terbungkus. Sekali berada di dalam sel, patogen yang menginvasi disimpan di dalam endosom yang lalu bersatu dengan lisosom. Lisosom mengandung enzim dan asam yang membunuh dan mencerna partikel atau organisme. Fagosit umumnya berkeliling dalam tubuh untuk mencari patogen, namun mereka juga bereaksi terhadap sinyal molekuler terspesialisasi yang diproduksi oleh sel lain, disebutsitokin. Sitokin adalah polipeptida yang memiliki fungsi penting dalam regulasi semua fungsi sistem imun. Sitokin berperan dalam menentukan respon imun alamiah dengan cara mengatur atau mengontrol perkembangan, differensiasi, aktifasi, lalulintas sel imun, dan lokasi sel imun dalam organ limfoid. Sitokin merupakan suatu kelompok“messenger intrasel” yang berperan dalam proses inflamasi melalui aktifasi sel imun inang. Sitokin Juga memainkan peran penting dalam atraksi leukosit dengan menginduksi produksi kemokin, yang kita kenal sebagai mediator poten untuk inflamasi sel. Sitokin dan kemokin menghasilkan hubungan kompleks yang dapat mengaktifkan atau menekan respon inflamasi (O’Gorman and Albert, 2008). Beberapa sel fagosit bisa menjadi sel penyaji antigen (Antigen Presenting Cell / APC).
Yang termasuk sel fagosit adalah makrofag, sell dendrit, neutrofil.
·         Makrofaga

Makrofaga berasal dari bahasa Yunani yang berarti “pemakan sel yang besar”. Makrofaga adalah leukosit fagositik yang besar, yang mampu bergerak hingga keluar system vaskuler dengan menyebrang membran sel dari pembuluh kapiler dan memasuki area antara sel yang sedang diincar oleh patogen. Di jaringan, makrofaga organ-spesifik terdiferensiasi dari sel fagositik yang ada di darah yang disebut monosit. Makrofaga adalah fagosit yang paling efisien, dan bisa mencerna sejumlah besar bakteri atau sel lainnya. Pengikatan molekul bakteri ke reseptor permukaan makrofaga memicu proses penelanan dan penghancuran bakteri melalui "serangan respiratori", menyebabkan pelepasan bahan oksigen reaktif. Patogen juga menstimulasi makrofaga untuk menghasilkan kemokin, yang memanggil sel fagosit lain di sekitar wilayah terinfeksi.

·         Neutrofil.

Neutrofil bersama dengan dua tipe sel lainnya: eosinofil dan basofil dikenal dengan nama granulosit karena keberadaan granula di sitoplasma mereka, atau disebut juga denganpolymorphonuclear karena bentuk inti sel mereka yang aneh. Granula neutrofil mengandung berbagai macam substansi beracun yang mampu membunuh atau menghalangi pertumbuhan bakteri dan jamur. Mirip dengan makrofag, neutrofil menyerang patogen dengan serangan respiratori.
Zat utama yang dihasilkan neutrofil untuk melakukan serangan respiratori adalah bahan pengoksidasi kuat, termasuk hidrogen oksida, oksigen radikal bebas, dan hipoklorit.
 Neutrofil adalah tipe fagosit yang berjumlah cukup banyak, umumnya mencapai 50-60% total leukosit yang bersirkulasi, dan biasanya menjadi sel yang pertama hadir ketika terjadi infeksi di suatu tempat. Sumsum tulang normal dewasa memproduksi setidaknya 100 miliar neutrofil sehari, dan meningkat menjadi sepuluh kali lipatnya juga terjadi inflamasi akut.

·         Sel dendritik

Sel dendritik adalah sel fagositik yang terdapat pada jaringan yang terhubung dengan lingkungan eksternal, utamanya adalah kulit (umum disebut sel Langerhans) dan lapisan mukosa dalam dari hidung, paru-paru, [lambung], dan usus. Mereka dinamai sel dendritik karena dendrit neuronal mereka, namun mereka tidak berhubungan dengan sistem syaraf. Sel dendritik sangat penting dalam proses kehadiran antigen dan bekerja sebagai perantara antara sistem imun turunan dan sistem imun adaptif.
Fagositosis dari sel dari organisme yang memilikinya umumnya merupakan bagian dari pembentukan dan perawatan jaringan biasa. Ketika sel dari organisme tersebut mati, melalui proses apoptosis ataupun oleh kerusakan akibat infeksi virus atau bakteri, sel fagositik bertanggung jawab untuk memindahkan mereka dari lokasi kejadian. Dengan membantu memindahkan sel mati dan mendorong terbentuknya sel baru yang sehat, fagositosis adalah bagian penting dari proses penyembuhan jaringan yang terluka.

b. Inflamasi.

Inflamasi merupakan respon tubuhterhadap sel yang rusak, repon ini ditandai dengan adanya kemerahan, nyeri, panas, bengkak. Tujuan inflamasi adalah untuk membatasi invasi oleh mikroba agar tidak menyebar lebih luas lagi, serta memperbaiki jaringan atau sel yang telah rusak oleh mikroba. Vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) dan permeabilitas vaskular terjadi pada setiap inflamsi akut. Adanya vasodilatasi menyebabkan kemerahan pada daerah yang terjadi inflamasi, sedangkan permebilitas vaskuler menyebabkan keluarnya cairan yang plasma sehingga menyebabkan edema (bengkak). Vasodilatasi dan permebilitas vaskuler disebabkan oleh mediator-mediator kimia yaitu prostaglandin, bradikinin, histamin dan Interluikin.

c.       Substansi antimikroba.

Substansi mikroba yang dimaksud adalah komplemen. Sistem komplemen merupakan sistem yang penting dalam innate immunity karena fungsinya sebagai opsonisator untuk meningkatkan fagositosis sel fagosit dan kemoatrtaktor untuk menarik sel-sel radang yang menyebabkan inflamasi. Komplemen juga bisa melisiskan bakteri secara langsung dengan membentuk sebuah 'hole' sehingga isi bakteri akan keluar (lisis). Komplemen yang ada di darah harus diaktifkan sebelum dapat berperan dalam innate immunity. Ada 3 jalur pengaktifan komplemen yaitu jalur klasik, jalur lektin dan jalur alternatif. Pengaktifan komplemen jalur klasik membutuhkan intervensi antibodi dalam pengaktifannya, sedangkan jalur lektin dan jalur alternatif tidak membutuhkan antibadi untuk pengektifannya. Perbedaan antara Jalur lektin dan jalur alternatif adalah dalam hal stimulator aktifnya jalur ini. Pada jalur lektin, stimulatornya adalah MBL (Manose Binding lectin) suatu zat yang ada pada didnding mikroba/bakteri. Sistem komplemen, semua jalur pengaktifannya akan menghasilkan produk pecahan molekul kecil dan pecahan molekul besar. Produk molekul kecil ini akan beredar ke darah dan produk yang besar akan berikatan pada reseptornya. Jalur-jalur ini memecah C3 menjadi C3a (pecahan kecil) dan c3b (pecahan besar). C3a (suatu anafilaktor) akan beredar ke darah. C3b mampu mengopsonisasi bakteri agar dapat dengan mudah difagosit oleh makrofag. Jika semua molekul komplemen C3b, C5b C6, C7, C8 dan C9 berikatan dengan sempurna, maka akan dapat melisiskan bakteri.

Komponen lain yang berperan sebagai innate immunity :

·         Sel mast

Sel mast adalah tipe sel imun turunan yang berdiam di antara jaringan dan di membran mucus, dan sel mast sangat berhubungan dengan bertahan melawan patogen, menyembuhkan luka, dan juga berkaitan dengan alergi dananafilaksis. Ketika diaktivasi, sel mast secara cepat melepaskan granula terkarakterisasi, kaya histamin dan heparin, bersama dengan berbagai mediator hormonal, dan kemokin, atau kemotaktik sitokin ke lingkungan. Histamin memperbesarpembuluh darah, menyebabkan munculnya gejala inflamasi, dan mengambil neutrofil dan makrofaga.

·         Basofil dan Eosinofil

 

Basofil dan eosinofil adalah sel yang berkaitan dengan neutrofil. Ketika diaktivasi oleh serangan patogen, basofil melepaskan histamine yang penting untuk pertahanan melawan parasit, dan memainkan peran dalam reaksi alergi (seperti asma). Setelah diaktivasi, eosinofil melepaskan protein yang sangatberacun dan radikal bebas yang sangat efektif dalam membunuhbakteri dan parasit, namun juga bertanggung jawab dalam kerusakan jaringan selama reaksi alergi berlangsung. Aktivasi dan pelepasan racun oleh eosinofil diatur dengan ketat untuk mencegah penghancuran jaringan yang tidak diperlukan.

·         Sel pembunuh alami

 

Sel pembunuh alami adalah komponen dari sistem imun turunan. Sel pembunuh alami menyerang sel yang terinfeksi olehmikroba, namun tidak menyerang mikroba tersebut. Sel pembunuh menyerang dan menghancurkan sel tumor, sel yang terinfeksi virus, dan sebagainya dengan proses yang disebut dengan “missing-self”. Istilah ini muncul karena rendahnya jumlah penanda (marker) permukaan sel yang disebut MHC I (major histocompatibility complex), suatu keadaan yang muncul ketika terjadi infeksi. Mereka dinamai sel pembunuh alami karena mereka bergerak tanpa membutuhkan aktivasi.

KESIMPULAN

1.      Kekebalan bawaan atau innate imunity merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh yang paling pertama sehingga tubuh tidak terkena atau terlindungi dari berbagai mikroba pathogen. Tetapi sistem pertahanan ini belum bisa mengenali mikroba patogen secara spesifik atau masih bersifat umum untuk semua jenis mikroba.
2.      Kekebalan bawaan di bagi menjadi dua langkah pertama pertahanan pertama meliputi secara fisik, kimia dan flora normal yang ada di dalam tubuh. Pertahanan kedua meliputi fagosit, inflamasi demam dan substansi antimikroba.

3.      Komponen lain yang berperan sebagai kekebalan bawaan adalah sel mast, Basofil dan Eosinofil serta sel pembunuh alamiah.

 



Hipersensitivitas

Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama infeksi. Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut sistem imun. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul dan bahan lainnnya terhadap mikroba disebut respon imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja, 2009).
Menghadapi serangan benda asing yang dapat menimbulkan infeksi atau kerusakan jaringan, tubuh manusia dibekali sistem pertahanan untuk melindungi dirinya. Sistem pertahanan tubuh yang dikenal sebagai mekanisme imunitas alamiah ini, merupakan tipe pertahanan yang mempunyai spektrum  luas, yang artinya tidak hanya ditujukan kepada antigen yang spesifik. Selain itu, di dalam tubuh manusia juga ditemukan mekanisme imunitas yang didapat yang hanya diekspresikan dan dibangkitkan karena paparan antigen yang spesifik. Tipe yang terakhir ini, dapat, dapat dikelompokkan manjadi imunitas yang didapat secara aktif dan didapat secara pasif.
Respon imun seseorang terhadap terhadap unsur-unsur patogen sangat bergantung pada kemampuan sistem imun untuk mengenal molekul-molekul asing atau antigen yang terdapat pada permukaan unsur patogen dan kemampuan untuk melakukan reaksi yang tepat untuk menyingkirkan antigen. Dalam pandangan ini, dalam respon imun diperlukan tiga hal, yaitu pertahanan, homeostatis dan pengawasan. Fungsi pertahanan ditujukan untuk perlawanan terhadap infeksi mikroorganisme, fungsi homeostasis berfungsi terhadap eliminasi komponen-komponen tubuh yang sudah tua dan fungsi pengawasan dibutuhkan untuk menghancurkan sel-sel yang bermutasi terutama yang  dicurigai akan menjadi ganas.  Dengan perkataan lain, respon imun dapat diartikan sebagai suatu sistem agar tubuh dapat mempertahankan keseimbangan antara lingkungan di luar dan di dalam tubuh.
Respon imun, baik nonspesifik maupun spesifik pada umumnya menguntungkan bagi tubuh, berfungsi sebagai protektif terhadap infeksi atau pertumbuhan kanker, tetapi dapat pula menimbulkan hal yang tidak menguntungkan bagi tubuh berupa penyakit yang disebut hipersensitivitas atau dengan kata lain pada  keadaan normal mekanisme pertahanan tubuh baik humoral maupun seluler tergantung pada aktivitas sel B dan sel T. Aktivitas berlebihan oleh antigen atau gangguan mekanisme ini, akan menimbulkan suatu keadaan imunopatologik yang disebut reaksi hipersensitivitas (Arwin dkk, 2008).
Pada dasarnya tubuh kita memiliki imunitas alamiah yang bersifat non-spesifik dan imunitas spesifik ialah sistem imunitas humoral yang secara aktif diperankan oleh sel limfosit B, yang memproduksi 5 macam imunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE) dan sistem imunitas seluler yang dihantarkan oleh sel limfosit T, yang bila mana ketemu dengan antigen lalu mengadakan diferensiasi dan menghasilkan zat limfokin, yang mengatur sel-sel lain untuk menghancurkan antigen tersebut.
Bilamana suatu alergen masuk ke tubuh, maka tubuh akan mengadakan respon. Bilamana alergen tersebut hancur, maka ini merupakan hal yang menguntungkan, sehingga yang terjadi ialah keadaan imun. Tetapi, bilamana merugikan, jaringan tubuh menjadi rusak, maka terjadilah reaksi hipersensitivitas atau alergi.
Berdasarkan mekanisme reaksi imunologik yang terjadi, Gell dan Coombs membagi reaksi hipersensitivitas menjadi 4 golongan, yakni hipersensitivitas menjadi 4 golongan, yakni reaksi hipersensitivitas tipe I, II, III, IV, kemudian akhir-akhir ini dikenal satu golongan lain yang disebut tipe V atau stimulatory hypersensitivity. Reaksi tipe I, II, III, dan IV terjadi karena interaksi antara antigen dengan reseptor yang terdapat pada permukaan limfosit sehingga termasuk reaksi seluler. Sesuai dengan waktu yang diperlukan untuk timbulnya reaksi, reaksi tipe I, II, III, dan IV disebut reaksi tipe segera (immediate), walau reaksi yang satu timbul lebih cepat dari yang lain, yaitu antara beberapa detik atau menit pada tipe I hingga beberapa jam pada tipe II dan III. Sebaliknya tipe IV disebut reaksi tipe lambat (delayed type hypersensitivity reaction) karena reaksi berlangsung lebih lambat dibandingkan tipe yang lain, yaitu umumnya lebih dari 12 jam. Walaupun demikian, dalam praktek, mekanisme reaksi hipersensitivitas tidak selalu berdiri sendiri atau terpisah satu dari yang lain, tetapi sering melibatkan lebih dari satu mekanisme reaksi imunologik.