Kamis, 19 Juni 2014

PROSES PENANGANAN DAGING

Practices (GMP) dan Good Hygienic Practices (GHP). GMP/GHP merupakan suatu pedoman atau acuan tentang penanganan atau penyediaan daging dalam rangka menghasilkan daging yang aman (safe) dan layak (suitable). Dalam rangka penerapan sistem jaminan keamanan pangan atau yang dikenal sebagai sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), GMP/GHP merupakan persyaratan dasar (prerequsite) untuk penerapan sistem HACCP di industri pangan. Secara umum, penanganan daging dan karkas dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
1.    Pelayuan
Pelayuan adalah penanganan daging segar  setelah penyembelihan dengan cara menggantung atau menyimpan selama waktu tertentu pada temperature di atas titik beku daging (-1,50C). Daging yang kita beli di pasar atau swalayan adalah daging yang telah mengalami proses pelayuan. Selama pelayuan, terjadi aktivitas enzim yang mampu menguraikan tenunan ikat daging. Daging menjadi lebih dapat mengikat air, bersifat lebih empuk, dan memiliki flavour yang lebih kuat.Daging biasanya dilayukan dalam bentuk karkas atau setengan karkas. Hal ini dilakukan untuk mengurangi luas permukaan yang dapat diinfeksi oleh mikroba. Tujuan dari pelayuan daging adalah :
a)      Agar proses pembentukan asam laktat dari glikogen otot berlangsung sempurna sehingga pertumbuhan bakteri akan terhambat.
b)      Pengeluaran darah menjadi lebih sempurna.
c)      Lapisan luar daging menjadi kering, sehingga kontaminasi mikroba pembusuk dari luar dapat ditahan.
d)     Untuk memperoleh daging yang memiliki tingkat keempukan optimum serta cita rasa khas.
Perubahan Selama Pelayuan
Karkas sapi biasanya dilayukan dalam waktu sekitar 2×24 jam. Untuk memperoleh daging yang memiliki keempukan optimum dan cita rasa yang khas, pelayuan dilakukan pada suhu yang lebih tinggi atau dengan waktu yang lebih lama, misalnya suhu 30-40C selama 7-8 hari atau suhu 200C selama 40 jam. Bisa juga dilakukan pada suhu 430C selama 24 jam. Untuk menghambat pertumbuhan mikroba, proses pelayuan dibantu dengan sinar ultraviolet. Berikut ada proses-proses perubahan selama pelayuan  pada daging :
·         Daging menjadi lunak
Daging menjadi lunak karena terjadi proses kontraksi dan relaksasi pada otot sesaat setelah ternak dipotong yang menyebabkan perubahan biokimia dalam jaringan. Proses kontraksi menyebabkan otot menjadi keras dan kaku sedangkan proses relaksasi menyebabkan jaringan otot menjadi lunak dan empuk.Keempukan daging dapat terjadi karena ternak menyimpan glikogen di dalam otot sebagai sumber persediaan energy, untuk itu mengistirahatkan ternak selama 24 jam dapat meningkatkan jumlah glikogen yang pada akhirnya akan menyebabkan jaringan otot menjadi lunak dan empuk. Fungsi pengempukan daging dengan pelayuan merupakan fungsi dari waktu dan temperatur. Pada temperatur yang tinggi akan menghasilkan tingkat keempukan tertentu dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan pada temperatur rendah. Keempukan juga dapat ditingkatkan dengan perlakuan pendinginan , perlakuan enzim dan perebusan. Setelah ternak mati dan daging mengalami rigor mortis, ikatan struktur miofibril dilonggarkan oleh enzim proteolitik, rusaknya komponen protein dari miofibril dapat meningkatkan keempukan daging.
Karkas sapi biasanya dilayukan dalam waktu sekitar 2X24 jam. Untuk memperoleh daging yang memiliki keempukan optimum dan cita rasa yang khas, pelayuan dilakukan pada suhu yang lebih tinggi atau dengan waktu yang lebih lama, misalnya suhu 3-40C selama 7-8 hari atau suhu 200C selama 40 jam. Bisa juga dilakukan pada suhu 430C selama 24 jam.

·         Daging menjadi kurang transparan. Jika daging segar dipotong ,warnanya adalah merah keunguan dari myoglobin. Ketika berada didalam lingkungan beroksigen, maka permukaan daging segar akan berwarna merah terang karena terjadinya oksigenasi myoglobin menjadi oksimioglobin. Oksigen yang masuk ke dalam otot kemudian dipakai untuk reaksi biokimiawi di dalam otot. Pada konsentrasi oksigen rendah (1-2%), atom fero (Fe+2) akan teroksidasi menjadi feri (Fe+3) dan sisi ikatan keenam akan berikatan dengan air membentuk metmioglobin berwarna coklat. Dari pembentukan warna coklat pada daging ini yang membuat daging menjadi kurangt ransparan.
·         Perubahan PH daging. Perubahan pH menyebabkan sebagian protein terdenaturasi dan perubahan muatan protein. Perubahan muatan protein akan mengubah jarak antar serat-serat daging sehingga mempengaruhi kemampuannya dalam menyerap dan memantulkan cahaya yang akan mempengaruhi penampakan (warna) daging secara visual. 
Kecepatan penurunan pH daging dan nilai pH akhir post-rigor akan mempengaruhi warna daging. Makin rendah pH maka warna daging akan semakin pucat. Warna pucat ini disebabkan oleh karena banyaknya air bebas yang berada diluar serabut daging. Kandungan air ekstraseluler yang tinggi ini menyebabkan kemampuannya untuk memantulkan cahaya akan meningkat dan penyerapan cahaya menurun sehingga intensitas warna akan menurun (warna terlihat pucat). Kandungan air intraseluler yang tinggi menyebabkan kemampuan untuk memantulkan cahaya akan turun sementara kemampuan untuk menyerap warna akan meningkat sehingga warna akan terlihat lebih terang (gelap).
·           Perubahan WHC
Water-holding Capacity (WHC) atau daya ikat air adalah satu dari beberapa sifat daging yang sangat penting untuk membentuk mutu teknologi daging. WHC adalah kemampuan daging untuk mempertahankan kandungan air (bebas)nya pada saat diberikan tekanan dari luar (seperti pemanasan, penggilingan atau pengepressan). Banyak dari sifat fisik daging termasuk warna, tekstur dan kekerasan dari daging mentah, dipengaruhi oleh WHC daging. Pelayuan dapat meningkatkan daya ikat air pada berbagai macam pH karena terjadinya perubahan hubungan air - protein, yaitu peningkatan muatan melalui absorbsi ion K dan pembebasan ion Ca, tetapi penyimpanan yang terlalu lama akan menurunkan daya ikat air dan terjadinya perubahan struktur otot. Walaupun pelayuan dapat meningkatkan daya ikat air tetapi sangat dipengaruhi oleh pH dan pada akhirnya daging kehilangan cairannya. Pelayuan pada temperatur (0 – 1)oC selama 21 hari dapat meningkatkan daya ikat air dan keempukan daging sapi serta menurunkan susut masak (cooking loss) dan penyusutan daging.
·           Perubahan aroma daging
Lemak bersifat  muda hmenyerap bau. Apabila bahan pembungkus dapat menyerap
lemak, maka lemak yang terserap ini akan teroksidasi oleh udara sehingga rusak dan berbau. Bau dari bagian lemak yang rusak ini akan diserap oleh lemak yang ada dalam bungkusan yang mengakibatkan seluruh lemak menjadi rusak. Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otoksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otoksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh factor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak, logam berat(Cu, Fe, Co dan Mn), dan enzim-enzim lipoksidase. Sehingga aroma daging tidak terlalu menyengat.


2.    Penyimpanan Dan Preservasi
Macam-macam Metode Penyimpanan :
  1. Penyimpanan dengan Pendinginan
Pendinginan daging dilakukan untuk menurunkan suhu karkas/daging menjadi di bawah +7 oC dan di atas titik beku daging (-1,5 oC). Tujuan pendinginan daging adalah untuk mempertahankan kesegaran daging, memperpanjang masa simpan daging, memberikan bentuk atau tekstur daging yang lebih baik, dan mengurangi kehilangan bobot daging. Dengan pendinginan, maka pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat pada daging akan dihambat, serta aktivitas enzim-enzim dalam daging dan reaksi-reaksi kimia juga akan dihambat. Secara umum, karkas atau daging sebaiknya didinginkan hingga suhu bagian dalam daging (internal temperature) mencapai suhu < +7 oC. Suhu internal karkas/daging sapi sebaiknya dicapai < +7 oC dalam waktu < +3 oC secepat mungkin. Metode pendinginan karkas/daging sapi yang saat ini umum dilaksanakan adalah pendinginan cepat (quick chilling) yang menggunakan suhu ruang pendingin -1 oC sampai +1 oC, kelembaban 85 - 90%, kecepatan udara 1 - 4 m/detik dan lama pendinginan (untuk mencapai suhu internal daging < +7 oC) 24 - 36 jam
Penyimpanan dingin biasanya diartikan sebagai pengunaan suhu rendah dalam kisaran 1o sampai 3,50C, suhu yang jauh melebihi permulaan pembekuan otot, tetapi masih berada dalam suhu optimum -2oC dan 7oC bagi pertumbuhan mikroorganisme psikrofilik. Dan jika dalam pemasaran daging yang disimpan pada suhu dingin adalah penjualan yang secepat mungkin berdasarkan pada daya tahan yang tidak lebih dari 3-5. Suhu dingin harus tetap terjaga selama penyimpanan dalam jumlah besar, distribusi, penyimpanan di pengecer dan penjualan. Dalam hal karkas, pemilihan kondisi penyimpanan supaya terdapat kelembaban relatif 87-81% sehingga pengeringan permukaan yang mencapai 2-2% dari berat karkas terjadi di permukaan. Hal ini akan menghalangi pertumbuhan bakteri. (Buckle,1985)

  1. Penyimpanan dengan Pendinginan dan Pengemasan Potongan-potongan Daging
Daging yang ber-pH dibawah 5,8 dipotong dari karkas, ditempatkan dalam suatu kantong yang dapat mengerut karena panas yang sulit ditembus gas seperti cryovac, kantong itu dikosongkan udaranya, ditutup dan didinginkan sampai di bawah 7oC selama 2 jam pemotongan daging. Potongan yang telah didinginkan dan dikemas dimasukkan ke dalam kotak karton berukuran 27 kg dan disimpan pada suhu -2o sampai 0,3oC. Untuk didistribusikan pada suhu tersebut. Potongan daging yang diolah secara ini mempunyai daya simpan selama 9-10 minggu pada suhu -1oC, 7 minggu pada suhu 0,5oC dan 5 minggu pada suhu 1,5oC.

  1. Penyimpanan dengan Pembekuan
Pembekuan atau penyimpanan beku daging dilaksanakan pada suhu dimana mikroorganisme tidak akan tumbuh dan pada suhu dimana daging masih cukup keras dan tahan pada penimbunan secara besar-besaran. Dalam pelaksanaannya ini berarti penggunaan suhu di bawah -15oC. Terdapat berbagai metode pembekuan yaitu :
·           Pembekuan plat : metode pembekuan ini menggunakan logam sebagai medium yang mentransferkan panas. Daging yang dibekukan berkontak langsung dengan plat pembeku (atau salah satu plat pembeku pada sistem plat ganda). Temperatur pembeku berkisar antara -20oC dan -30oC. Kecepatan pembekuan tergantung pada konduksi transfer panas, dan lebih cepat daripada metode udara diam.
·           Pembekuan cepat : pembekuan dengan metode ini menggunakan medium udara dingin dalam ruang atau sarana lain seperti terowongan yang dilengkapi dengan kipas untuk menggerakkan udara dingin secara cepat. Pembekuan berlangsung lebih cepat daripada metode udara diam atau pembekuan plat. (Soeparno,1994)
Pembekuan daging harus dilakukan setelah proses rigor mortis berlangsung. Jika daging belum mengalami rigor mortis dan sudah dibekukan, maka rigor mortis akan terjadi pada saat daging tersebut dicairkan (thawed).  Proses tersebut dikenal dengan thaw rigor. Daging yang mengalami thaw rigor akan kehilangan cairan daging (jus daging) yang relatif banyak dan relatif keras (liat atau alot). Agar daging/karkas dapat relatif segera dibekukan setelah proses pemotongan, maka perlu diterapkan stimulasi listrik (electrical stimulation) pada proses pemotongan.
Preservasi
Preservasi berarti menghambat atau membatasi reaksi-reaksi enzimatis, kemis, dan kerusakan fisik daging dan daging proses. Metode yang banyak digunakan untuk memperpanjang masa simpan daging dan daging proses adalah dengan pendinginan atau yang lazim disebut refrigerasi pada temperatur antara −2oC sampai 5oC. Di samping itu daging dan daging proses dapat diawetkan dengan proses pembekuan, proses termal (pemanasan) dan dehidrasi (pengeringan). Preservasi daging juga dilakukan dengan cara iradiasi, pengepakan, dan perlakuan kimiawi, misalnya dengan cara curing dan pengasaman (Soeparno, 1994).

Preservasi bertujuan, antara lain untuk mengamankan daging dan produk daging proses dari kerusakan atau pembusukan oleh mikroorganisme dan untuk memperpanjang masa simpannya. Preservasi berarti menghambat atau membatasi reaksi-reaksi enzimatis, kimiawi dan kerusakan fisik daging dan daging proses. Salah satu tindakan preservasi yang biasa dilakukan adalah pembekuan (Soeparno, 1994).
a.      Iradiasi
Metode preservasi daging dengan radiasi pada umumnya menggunakan radiasi mengion terhadap produk. Radiasi mengion adalah radiasi yang mempunyai energi dan cukup untuk melepaskan elektron dari atom serta menghasilkan ion. Dalam praktek tipe radiasi mengion yang banyak digunakan adalah sinar katoda energi tinggi (elektron berkecepatan tinggi yang dihasilkan oleh generator elektron), atau sinar X yang dihasilkan oleh elektron yang mengenai target logam berat, dan sinar gamma dari sumber-sumber radioaktif. (Hannan, dan Thornley, 1957). Radiasi mengion membunuh mikroorganisme pada dan di dalam daging, sehinnga radiasi mengion disebut juga sterilisasi dingin. Jumlah energi radiasi yang diabsorpsi oleh produk daging yang sedang diiradiasi dinyataka dengan unit rad (1 juta rad = 1 megarad, kira-kira sema dengan 2 kalori).
b.      Proses Termal
Proses termal adalah metode yang dipergunakan untuk membunuh mikroorganisme pembusuk dan mikroorganisme toksikogenik di dalam daging atau daging proses. Jumlah panas yang dipergunakan pada preservasi daging atau daging proses ada dua macam yaitu pemanasan sedang atau moderat, temperature produk mencapai 58oC sampai 75oC dan pemanasan pada temperature tinggi biasanya lebih tinggi daripada 100oC.
c.       Dehidrasi
Dehidrasi daging mempunyai pengaruh preservatif, karena penurunan aktivitas air yang relatif rendah, sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat. Produk daging kering mempunyai masa simpan yang relatif lama tanpa penyimpanan refrigerasi. Produk sosis kering atau agak kering dan sapi kering, misalnya dendeng telah banyak diproduksi.
Pengeringan dengan menggunakan udara panas banyak dilakukan untuk produk daging giling (lumat) masak. Faktor yang mempengaruhi kualitas produk daging kering udara panas ini adalah temperature, ukuran partikel dan gerakan udara panas. Produk daging kering masih mengandung air kira-kira 5% sampai 6%. (Soeparno, 1994).
d.      Preservasi dengan Ozon
Ozon adalah toksik, dan pemakaiannya dalam preservasi daging telah sangat dibatasi, karena gas ozon meningkatkan perkembangan ransiditas oksidatif. Seperti halnya sinar ultraviolet, ozon cenderung mempercepat pembentukan metmioglobin (coklat) pada daging (Kaess dan Weidemann, 1973; Lawrie, 1979).
Ozon merupakan substansi bakterisidial untuk mikroorganisme yang terdapat di udara (atmosfir), atau yang terdapat di dalam suspensi cairan. Mikroorganisme aerobik secara relatif lebih tahan terhadap ozon daripada bakteri fakultatif dan anaerobik. Makin rendah ttemperatur penyimpanan, makin besar keefektifan ozon (Urbain, 1971)
e.       Preservasi dengan antibiotik
Dalam preservasi daging, antibiotik merupakan agensia yang sangat potensial untuk meningkatkan masa simpan. Pemakaiannya telah tidak diizinkan oleh Food and Drug Administration Amerika Serikat (Urbain, 1971; Forrest et al., 1975), karena kemungkinan toksisitas residu di dalam daging atau karkas atau perkembangan sensitivitas toksisitas residu di dalam daging atau karkas atau perkembangan sensitivitas alergik bagi konsumen serta perkembangan bakteri yang resistan terhadap antibiotik, misalnya Salmonella. Dengan dasar ini pemakaian antibiotik dalam preservasi daging menjadi tidak efektif bila kemudian dipergunakan untuk suatu terapi atau sebagai bahan aditif.

Macam-macam Preservasi Kimiawi:
a.    Curing
Curing adalah cara prosesing daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam NaCl, Na-nitrit dan atau Na-nitrat dan gula (dekstrosa atau sukrosa atau pati hidrolisis), serta bumbu-bumbu. Maksud curing antara lain untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik dan untuk mengurangi pengerutan daging selam prosesing serta memperpanjang masa simpan produk daging. Produk daging yang diproses dengan curing disebut daging cured (daging peram).
Kelebihan nitrit dalam daging cured dapat menyebabkan daging proses menjadi berwarna hijau dan disebut terbakar nitrit mungkin karena oksidasi pigmen daging cured. Sebaliknya kekurangan nitrit dalam curing dapat menyebabkan warna pucat atau warna lemah.
b.    Preservasi dengan Asam organik dan anorganik
Asam-asam organik dan asam anorganik lemak mempunyai pengaruh bakteriostatik atau fungistatik. Asam asetat dan asam cuka telah banyak dipergunakan dalam preservasi bahan makanan, dan mempunyai pengaruh bakteriostatik yang agak lemah. Tingkat keasaman yang berlebihan akan menghambat aktivitas mikrobia. Penambahan asam asetat sampai kira-kira 3,6% pada fase cair diperlukan untuk preservasi sosis asam (Urbain, 1971).  
c.     Preservasi dengan Karbon dioksida
Karbon dioksida digunakan sebagai bahan preservasi karena mempunyai pengaruh bakteriostatik dan fungistatik. CO2 menghambat pertumbuhan sejumlah bakteri aerobik, ragi dan jamur. Kombinasi CO2 dan penyimpanan dingin mempunyai pengaruh yang lebih besar  terhadap masa simpan produk daging unggas dibandingkan dengan pengaruh masing-masing cara preservasi. Penyimpanan sosis yang lama pada gas CO2 dengan konsentrasi lebih dari 50% akan menyebabkan pengasaman karena gas ini akan larut di dalam produk dan mengakibatkan pembentukan asam karbonat.

Pengepakan Produk Daging Proses
Pengepakan termasuk salah satu cara preservasi daging dan daging proses untuk melindungi daging terhadap kerusakan yang terlalu cepat baik karena perubahan kimiawi, maupun kontaminasi mikrobial serta untuk menampilkan produk dengan cara menarik (Ramsbottom, 1971). Pengepakan tidak memperbaiki kualitas tetapi hanya mempertahankan atau memperlambat kerusakan produk selama penyimpanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar